Nawal el-Shaadawi: “Tubuh Yang Paling Murah Dibayar Adalah Tubuh Sang Istri”

TUBUH YANG PALING MURAH DIBAYAR ADALAH TUBUH SANG ISTRI.

0

JAKARTA, BULIR.ID – BANYAK MEMBACA, BANYAK REZEKI demikian yang disabdakan oleh seorang sahabat lama bung Alex Andiwatir.

Dari sabda ini saya disadarkan akan pentingnya membaca. Apalagi dalam situasi  yang mewajibkan kita untuk menyingkir dari keramaian/isolasi diri dari ganasnya Covid 19.

Mengasingkan diri dari realitas sosial untuk sementara waktu adalah hal yang tidak mudah bagi banyak orang kecuali seorang antisosial.

Membaca adalah salah satu cara untuk mengusir kebosanan dan kecemasan sekaligus mendukung project literasi yang digaungkan oleh pemerintah.

Lebih dari sepekan isolasi ini saya mencoba melucuti  tubuh “Women at Point Zero” milik novelis Mesir, Nawal el-Shaadawi.

Nawal melalui novelnya menggugat budaya patriakal Mesir yang memperlakukan perempuan sebagai manusia kelas dua. Bahkan gugatan itu menggema dalam nurani pembaca.

Tokoh Firdaus, dalam novel itu digambarkan sebagai seorang anak yatim piatu yang diadopsi oleh pamannya. Sejak kecil dia mengalami tindakan asusila dari sahabatnya Mohammadain dan juga pamannya.

Sejak orang tuanya meninggal Firdaus diadopsi oleh pamannya dan pindah ke Kairo. Melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah menengah atas di Kairo. Firdaus digambarkan sebagai anak yang pandai, mendapat peringkat ke dua di sekolahnya dan peringkat ke tujuh di seluruh negeri.

Firdaus menikah dengan seorang lelaki tua kaya,  Syekh Mahmoud. Pernikahannya tidak bertahan lama karena sering mendapatkan tindakan kekerasan sehingga Firdaus melarikan diri dari rumah.

Dalam pelariannya dia bertemu dengan Bayoumi dan tinggal bersamanya. Bayuomi yang pada awalnya dianggap baik olehnya ternyata mengundang sahabat-sahabatnya untuk melakukan tindakan asusila dengan Firdaus.

Firdaus melarikan diri dan dalam pelariannya dia bertemu dengan Sharifa seorang Germo perempuan. Berkat perempuan itulah Firdaus menemukan harga tinggi yang melekat pada dirinya. Disinilah dia memulai hidupnya sebagai pelacur.

Dalam pergumulan hidup selanjutnyanya, dia meninggalkan dunia pelacuran dan bekerja sebagai seorang karyawati di sebuah perusahan. Di tempat inilah dia jatuh hati dengan seorang rekan kerjanya yang memiliki semangat revolusioner.

Namun karena cintanya dikhianati, Firdaus kembali lagi ke dunia pelacuran.

Bagi Firdaus, MENJADI PELACUR YANG SUKSES   AKAN LEBIH BAIK DARIPADA SEORANG SUCI YANG SESAT. Semua perempuan adalah korban penipuan. Lelaki memaksakan penipuan dan menghukum mereka karena telah tertipu, menindas mereka di tingkat terbawah.

Menghukum mereka karena jatuh begitu rendah, mengikat mereka dalam perkawinan dan menghukum mereka dengan kerja kasar sepanjang umur, penghinaan atau dengan pukulan.

Firdaus yakin bahwa yang paling sedikit diperdayakan dari semua perempuan adalah PELACUR. Dia mengkritisi, PERKAWINAN MERUPAKAN LEMBAGA YANG DIBANGUN ATAS PENDERITAAN YANG KEJAM UNTUK KAUM WANITA.

Melalui pelacuran dia bebas berbuat apa saja yang dikehendaki dan bebas juga untuk tidak melakukannya. Melalui ini dia tidak memiliki ikatan dengan siapa pun juga.

Hal ini telah memotong semua hubungan dengan dunia di sekelilingnya karen telah bebas sama sekali dan menikmati kemerdekaan itu sepenuhnya. Menikmati kebebasan dari segala macam upaya pendudukan laki-laki, oleh perkawinan atau oleh percintaan.

Bagi Firdaus, tidak sedikit lelaki revolusioner mempergunakan kepintaran mereka, dengan menukarkan prinsip mereka untuk mendapatkan apa yang dibeli orang lain dengan uang. Revolusi bagi mereka tak ubahnya sebagai seks bagi kaum perempuan. Sesuatu yang disalahgunakan. Sesuatu yang dapat dijual.

Atas dasar keyakinannya tersebut Firdaus menolak seorang lelaki germo yang hendak menikahinya. Sang germo meyakinkan Firdaus, dengan menikahinya ia terlindung dari segala ancaman.

Tidak bebas apabila bekerja pada seorang germo. Bekerja semacam ini tidak lain hanyalah mesin tubuh yang bekerja siang dan malam untuk kepentingan germo. Dia menjadi majikan di rumah saya sendiri.

Firdaus telah meyakinkan dirinya sendiri bahwa pekerjaannya tersebut adalah pilihan bebasnya. Dengan demikian dia menolak usaha-usaha mereka yang mulia untuk menyelamatkannya dari keyakinan untuk bertahan menjadi pelacur.

Pilihan bebasnya ini membebaskannya dari perbudakan lelaki. Menjadi pelacur baginya merupakan sebuah keadaan yang lebih baik daripada kehidupan perempuan lain.

Seringkali dia mendapat kekerasan fisik dari sang germo akibat penolakannya. Sehingga dalam keterpaksaan untuk mempertahankan hidupnya dia mencabut nyawah sang germo. Baginya penolakan tersebut membuatnya semakin sungguh sungguh untuk memperoleh kemenangan atas dirinya.

Menurut Firdaus, pelacur selalu mengatakan ya, dan kemudian menyebutkan harganya. Jika ia mengatakan tidak, ia berhenti menjadi pelacur. Dia mengatakan dirinya bukan pelacur dalam artian yang sepenuhnya. Sewaktu waktu dia akan mengatakan tidak. Dengan demikian harganya tetap naik.

Menurut Firdaus, seorang lelaki tidak tahan jika ditolak oleh seorang perempuan. Apabila ditolak dia akan berusaha mendapatkan dengan harga setinggi apa pun.

Firdaus tidak hanya menolak lelaki kaya tetapi juga para politisi dan putera mahkota. Dia adalah perempuan yang memiliki prinsip.

Dengan nada tegas Firdaus mengkritik negara, bahwa negara  tidak memberi apa apa, tetapi juga telah mengambil segala yang dimilikinya termasuk kehormatan dan martabatnya.

Dia pernah ditangkap dengan alasan patriotisme karena menolak  melayani seorang tamu kepala negara. Dia menolak untuk lelaki semacam ini. Tubuh adalah miliknya maka dia memiliki kebebasan untuk mengatakan tidak.

Penolakannya ini harus dibayar mahal. Pengadilan memutuskan dia adalah wanita yang terhormat. Dan dia memahami bahwa untuk menjadi terhormat memerlukan jumlah uang yang besar untuk membelanya, tetapi bahwa jumlah uang yang besar tidak dapat diperoleh tanpa kehilangan kehormatan.

Profesi yang dilakoninya ini diciptakan oleh lelaki. Lelaki memaksa perempuan menjual tubuh mereka dengan harga tertentu. Dia mengaskan bahwa  TUBUH YANG PALING MURAH DIBAYAR ADALAH TUBUH SANG ISTRI. Semua perempuaan adalah pelacur dalam satu atau lain bentuk.

Firdaus mengatakan karena dia seorang yang cerdas, maka dia lebih memilih menjadi serorang pelacur yang bebas daripada menjadi seorang istri yang diperbudak.

Setiap saat  memberikan tubuhnya, dia mengenakan harga yang paling tinggi. Dengan demikian dia menjadi pelacur yang sukses dan elegan. Dia menyewa seorang pengecara mahal untuk membela kehormatannya.

Setiap orang punya harga dan setiap profesi dibayar gajinya. Semakin hormat profesi semakin tinggi gajinya dan harga seorang akan naik bila ia menaikan tangga masyarakat.

Firdaus tidak hanya menggandrongi dunia malam melainkan juga dia selalu menyalurkan karya karitatif bagi mereka yang membutuhkan.

Pada akhirnya Firdaus ditangkap dan dihukum mati karena melakukan penganiayaan dan ancaman pembunuhan terhadap seroang pangeran Arab. Firdaus menolak untuk mengirimkan surat grasi/permohonan pembebasan kepada Presiden.

Dia mengatakan bahwa kebenaran itu selalu mudah dan sederhana. Dan dalam kesederhanaannya itu terletak kekuasaan yang ganas. Untuk sampai pada kebenaran berarti seseorang tidak takut mati.*

Resensi

Djanuard Lj